Fenomena angklung yang terjadi dalam kehidupan masyarakat pada zaman dahulu, kemarin, dan sekarang merupakan hal yang menarik untuk ditelusuri, dikaji lebih mendalam lagi. Pengkajian ini terutama pada aspek-aspek yang berkaitan dengan angklung diatonis, keberlanjutan angklung diatonis serta upaya masyarakat angklung di Kota Bandung dalam melestarikan dan mengembangkan angklung diatonis yang sampai sekarang terus berkembang, baik itu dalam bentuk alat angklungnya, pertunjukannya, maupun dalam komunitas angklung yang terus berkembang di Kota Bandung.
Perkembangan bentuk alat musik angklung buhun menjadi angklung diatonis Pak Daeng terlihat jelas dari jumlah tabung dan nada angklung dalam satu unitnya. Jumlah tabung dalam angklung buhun terdiri dari tiga tabung, sedangkan dalam angklung diatonis Pak Daeng terdiri dari dua tabung. Nada-nada angklung buhun berjumlah lima nada (pentatonis) yaitu da, mi, na, ti, la, sedangkan dalam angklung diatonis Pak Daeng berjumlah 12 (dua belas) tujuh nada pokok dan lima nada sisipan yaitu do, ri, re, mi, fa, fi, sol, sel, la, sa, si.
Selain itu, perkembangan jumlah angklung dalam satu unit untuk digunakan dalam sebuah pertunjukan jelas berbeda. Angklung buhun rata-rata menggunakan satu sampai dengan dua set lebih (satu oktaf tangga nada pentatonis), sedangkan angkung diatonis Pak Daeng dikelompokkan dalam tiga unit (kecil, sedang, dan besar). Unit besar angkung diatonis Pak Daeng terdiri dari tiga set angklung melodi kecil berjumlah 30 nada (no. 0 s.d. no. 30 atau nada fis1 s.d. do3), dua set angklung melodi besar berjumlah 11 nada (nada G s.d. f), serta angklung akompanyemen ko-akompanyemen dan masing-masing berjumlah 12 nada.
Angklung diatonis gagasan Pak Daeng telah banyak tersebar ke pelosok Nusantara. Khususnya di daerah Kota Bandung, angkung diatonis Daeng telah dijadikan sebagai alat musik lokal yang wajib dimiliki setiap sekolah untuk kegiatan muatan lokal (kegiatan ekstrakurikuler). Oleh karena jumlah angklung diatonis setiap unitnya banyak, angklung diatonis seringkali dipergunakan sebagai alat bantu kegiatan proses pembelajaran musik untuk jumlah siswa dalam satu kelas.
Fakta yang terjadi pada masyarakat di Kota Bandung ternyata banyak peminat angklung diatonis Daeng berasal dari lembaga formal, nonformal, dan informal. Banyaknya peminat angklung diatonis memberikan keuntungan tersendiri bagi para pengrajin atau pembuat angklung diatonis di Kota Bandung untuk selalu memberikan pelayanan dalam pemesanan dan pembuatan angklung diatonis.
Angklung Diatonis (yadi mulyadi)
Eksistensi pertunjukan angklung diatonis Pak Daeng di Kota Bandung, salah satunya didukung dengan adanya kegiatan-kegiatan festival angklung rutin tahunan yang sudah berusia puluhan tahun seperti LMAP (Lomba Musik Angkung Pak Daeng) oleh Kabumi UPI Bandung, dan FPA (Festival Paduan Angklung) yang diselenggarakan komunitas angklung mahasiswa ITB.
Pertunjukan-pertunjukan angklung diatonis Daeng selalu dilakukan secara massal (banyak orang) di mana rata-rata setiap kelompoknya berjumlah minimal 20 orang (idealnya 45 orang) hingga jumlah tak terbatas. Dikarenakan alat musik angklung diatonis Pak Daeng selalu dimainkan banyak pemain, maka sebagai kebutuhan pertunjukan angklung yang dapat dimainkan seorang pemain atau dalam jumlah kecil, sekarang ini digunakanlah angklung toel hasil karya dari Pak Yayan Udjo putra dari seniman angklung Mang Udjo.Fenomena angklung diatonis di Kota Bandung senantiasa mengikuti perubahan zaman, pesatnya pertumbuhan teknologi di Indonesia tidak membuat alat musik angklung diatonis ditinggalkan peminatnya. Fakta yang terjadi di lapangan dengan semakin canggihnya teknologi, hal ini dapat memberikan inspirasi bagi para seniman Kota Bandung untuk berinovasi dengan memadukan angklung dan teknologi sehingga terciptalah angklung robot (klungbot) buah karya dari Pak Eko seorang dosen Teknik Fisika ITB.
By. Yadi Mulyadi
Fenomena Angklung Diatonis di Kota Bandung
Rating: 4.5
Diposkan Oleh: Yadiez
0 comments:
Post a Comment